Untuk pertama kali, masalah hak kalangan homoseksual diperjuangankan dalam Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tapi Negara-negara Muslim dan Tahta Suci Vatikan menentangnya.
Sekitar 66 negara mendukung deklarasi bersama Belanda dan Perancis yang berseru supaya di seluruh dunia dicabut undang-undang yang anti terhadap kalangan homoseksual. Dalam deklarasi itu tertera bahwa orientasi seksual atau jatidiri seks tidak boleh menyebabkan seseorang dikenai sanksi, seperti hukuman mati, penahanan atau penjara.
Boris Dittrich, Direktur Seksi Hak Kalangan Homoseksual pada LSM Amerika, Human Rights Watch, menggarisbawahi banyak negara Afrika ikut menandatangani deklarasi ini.
"Ini sangat penting karena negara-negara itu mendukung deklarasi yang berseru kepada negara-negara lain supaya tidak lagi mendiskriminasi kaum homoseksual, kalangan lesbian dan transgender. Ini untuk pertama kalinya Majelis Umum mengangkat masalah ini. Ini jelas saat yang historis, " ujar Boris Dittrich.
Menteri Luar Negeri Belanda Maxime Verhagen yang khusus datang ke sidang Majelis Umum PBB di New York juga menyebut deklarasi ini sebagai "hari istimewa bagi PBB." Menurutnya PBB terlalu lama menyia-nyiakan hak kalangan homoseksual.
Secara tidak langsung, deklarasi ini mengritik 80 negara yang memiliki undang-undang yang menindas kaum homoseksual. Bahkan di tujuh negara, kalangan homoseksual bisa dijatuhi hukuman mati.
Tentangan
Meski dokumen ini nanti dianggap tidak mengikat, namun sudah langsung memancing amarah negara-negara agamis. Perlawanan terhadap deklarasi ini dipimpin oleh Vatikan, dengan dukungan 56 negara lain. Menurut Uskup Agung Migliore, Vatikan menilai deklarasi tersebut tidak ada gunanya. Hanya menciptakan kategori baru yang perlu dilindungi dari diskriminasi. Dan hanya akan mendorong diskriminasi pernikahan kaum hetero tradisional. "Negara-negara yang tidak mengakui pernikahan homoseksual, akan jadi sasaran tekanan", jelas Migliore.
Organisasi Negara-Negara Islam (OKI), sebagai wadah negara Islam terbesar, resminya tidak mendukung Vatikan. Tapi, banyak juga negara-negara anggota OIC yang menentang deklarasi ini. Menurut Boris Dittrich para penentang adalah negara-negara Islam garis keras.
"Misalnya Mesir, tapi juga Uganda, dan negara-negara seperti Arab Saudi. Mereka sangat menentang pembicaraan mengenai fakta pelanggaran hak azasi manusia. Jadi, menentang pembicaraan tentang pemenjaraan, penyiksaan dan pelaksanaan hukuman mati terhadap kalangan homoseksual. Mereka menolak pembicaraan mengenai semua itu," tambah Boris Dittrich.
Para pembela hak homo juga khawatir deklarasi ini mendorong persatuan kelompok penentang. Seperti yang terjadi pada Konperensi Famili PBB di Kairo, tahun 1994. Ketika itu terbentuk koalisi konservatif antara Vatikan, negara-negara Islam, dan sejumlah negara Amerika Latin, menentang usul pengakuan hak pengguguran kandungan.
Sebagaimana diketahui, selain negara-negara Uni Eropa, beberapa negara Amerika Latin dan lima negara Afrika, di antaranya dua anggota OIC yaitu Gabon dan Guinea-Bissau, juga mendukung Deklarasi Belanda-Perancis ini.
Semenjak dulu, Afrika selalu merupakan benteng penentang hak kaum homo. Di beberapa negara Afrika, masih berlaku undang-undang anti homo yang sangat keras. Tapi, baik di Afrika, maupun di Amerika Latin, situasi berubah cepat, kata Boris Dittrich.
Beberapa Negara seperti Argentina. Brasil, Uruguay telah menyesuaikan undang-undang mereka dengan HAM. Di Argentina ada RUU pernikahan sejenis. Hanya di sebagian besar Negara Islam hak kaum yang dikutuk Allah SWT ini tak pernah diakui.
Kalangan pembela hak kaum hombreng ini berharap, usulan deklarasi ini akan menjadi langkah pertama ke arah resolusi resmi PBB. Untuk itu, perlu ada mayoritas suara di Majelis Umum. Boris Dittrich memperkirakan, itu baru akan tercapai beberapa tahun mendatang. Jika PBB berhasil menggolkan resolusi ini, maka jangan kaget, suatu saat di sekitar anda akan banyak pria “menikah” dengan pria secara terang-terangan. Dan semakin hilang pula defenisi keluarga yang sesungguhnya.
dari kaskus
sumber
We are move
14 tahun yang lalu
sepatutnya masayarakat gay, homoseksual, transgender ini harus di pandang sebagai satua masyarakat yang mempunyai hati budi dan perasaan dan mereka semua sebenarnya dari golongan biasa ( mainstreem ). sehingga kini transgender, gay, homoseksual masih di angap sebagai maginelized.. kenpa mesti ada pertikaian sebegitu?.. islam adalah satu agama yang tinggi martabatnya. sepatutnya pihak yang berwenang harus mengkaji permasaalahan ini.. apa2 pun mereka sendiri tetp manusia dan memerlukan hak seperti mana golongan mainstreem dapat.. dosa pahala biar tuhan yang tentukan..
BalasHapus